asyikasyik.com |
Membaca puisi-puisi Raudal Tanjung Banua, nyatanya dapat membawa
kebahagiaan tersendiri bagi saya. Penyair sekaligus cerpenis kelahiran 19
Januari 1975, Sumatera Barat ini sangat lihai membawa pembacanya menuju
kota-kota asing di pelosok nusantara. Barus, Sibolga, Muara Taweh, Natuna, dan
entah apa lagi. Sepertinya melalui karya-karyanya, Raudal Tanjung Banua ingin
menegaskan kembali bahwasanya dirinya adalah seorang penjelajah sejati. Ia hafal nama-nama tempat
di pelosok Kalimantan sana. Sumatera? Jangan tanya, semua daerah di pulau itu tampaknya sudah seperti kampung halamannya sendiri. Ia juga tahu betul nama-nama tempat
dan kebudayaan Jawa, sebab penyair yang telah berkeluarga itu kini menetap di Kota
Gudeg, Yogyakarta. Kota yang selama ini masih saya impikan untuk bisa saya
kunjungi.
Selain itu, nama-nama tempat di Bali, Lombok, Sulawesi, dan
Maluku juga tampak tak lepas dari ingatan beliau. Maka mungkin memang benarlah adanya,
bahwa Raudal Tanjung Banua adalah seorang penjelajah sejati dan sudah menjelajahi setiap pelosok negeri ini layaknya pelaut pemberani. Untuk itu, saya merasa sangat salut kepada beliau. Sebab, jika kau membaca puisi-puisi beliau,
kau seolah-olah akan dibawa ikut menjelejahi nusantara. Oleh karena itu, dengan tanpa ragu sedikitpun
saya memasukkan Raudal Tanjung Banua sebagai salah satu dari sekian banyak
penyair Indonesia yang menjadi favorit saya.
Akan tetapi, kebiasaan Raudal Tanjung Banua
mengupas kota-kota di Indonesia itu ternyata ikut terbawa pula ke dalam cerpen-cerpennya.
Bahkan melalui cerpen, Raudal Tanjung Banua tampaknya semakin leluasa mengeksplorasi
pengetahuannya mengenai kota-kota di pelosok nusantara. Nah, di sini kadang-kadang saya
merasa sebal. Sebab saya bukanlah termasuk penyuka jenis cerita bergenre traveling.
Walaupun tidak jarang Raudal Tanjung Banua merangkai diksi-diksi indah dalam cerpennya, tetapi sebagai seorang penikmat cerpen, yang saya cari adalah lebih dari sekadar keindahan permainan kata, yaitu plot
cerita yang menarik. Sehingga ketika membaca salah satu cerpen Raudal Tanjung
Banua yang berjudul “Kota-Kota Air Membelakangi Air” saya dilanda kebosanan
yang amat sangat. Selain karena narasinya yang cukup panjang, plot cerita yang
hanya bercerita seputar tentang kota-kota air di Indonesia itu, juga membuat saya
ingin menuntaskan cerpen itu cepat-cepat. Sangat berbeda saat saya membaca
cerpen lain yang berjudul 'Bersin'. Kedua cerpen itu sebenarnya sama-sama ditulis oleh Raudal Tanjung
Banua, hanya saja 'Bersin' ditulis dengan gaya yang berbeda. Saat membaca ‘Bersin’ saya malah merasa sangat
terhibur, sebab saya tahu betul moral yang ingin disampaikan beliau melalui cerpennya yang dikemas humoris itu.
Namun meski kadang-kadang kesal saat membacanya, sudah sepatutnya saya sebagai seorang penikmat
cerpen tetap menghargai Raudal Tanjung Banua, dalam usahanya memperkenal
wilayah-wilayah di Indonesia yang sepertinya kurang mendapat perhatian dari
masyarakat nusantara sendiri. Raudal Tanjung Banua, melalui karya-karyanya yang
hebat, tampaknya ingin menghancurkan sekat-sekat yang selama ini memisahkan penduduk antar
daerah. Walaupun, untuk
penggemar cerita bergenre fiksi seperti saya, membaca cerpen-cerpen Raudal
Tanjung Banua memang bukanlah sebuah ide yang bagus. Sebab, saya seringkali
dibuat kesal dan malah ingin menuntaskannya cepat-cepat, hehe.
0 comments:
Post a Comment